Wahai Para Tabib... Jangan Merasa Penuh...! Belajarlah



Banyak yang sudah merasa menjadi tabib ketika mengikuti pelatihan bekam satu dua hari. Dia sudah bisa mengamalkan TEKNIS BEKAM dengan materi yang sangat terbatas. Padahal, kuncinya bukan pada bisa atau belumnya seseorang membekam. Sebab, asal mau belajar satu dua jam diajari TEKNIS bekam sudah pada bisa sudah pada mumpuni. Hanya, apakah itu cukup? Ingatlah uraian berikut, Imam Ibnul Qoyyim dalam ath-Thibbun Nabawi berkata: � Dengan kejahilannya (tabib), dia bisa membahayakan nyawa seseorang hanya karena terlalu nekad mengobati pasien tanpa ilmu. Dengan demikian dia telah mengelabui pasien.� Beliau menjelaskan : � Seorang tabib yang mahir dalam pengobatan, selalu memelihara dua puluh perkara dalam setiap usaha pengobatan manusia: 


1. Seorang tabib yang mahir selalu memperhatikan jenis penyakit pasien: penyakitnya termasuk jenis apa?
2. Seorang tabib yang mahir selalu memperhatikan penyebab penyakit pasien: dari manakah penyakit itu berasal dan apakah penyebab kerusakan itu?
3. Seorang tabib yang mahir selalu memperhatikan kondisi fisik pasien: apakah staminanya mampu mengalahkan dan memenangkan pertarungan dengan penyakit yang ia derita ataukah kondisinya lemah. Jika kondisinya mampu, maka penyakitnya dibiarkan saja, jangan membangunkan penyakitnya dengan obat-obatan.
4. Seorang tabib yang mahir selalu memperhatikan karakter normal pasien: bagaimanakah karakter normalnya?
5. Seorang tabib yang mahir selalu memperhatikan kelainan percampuran karakter baru yang tidak seimbang.
6. Seorang tabib yang mahir selalu memperhatikan usia pasien.
7. Seorang tabib yang mahir selalu memperhatikan kebiasaan pasien.
8. Seorang tabib yang mahir selalu memperhatikan musim apa sekarang dan dia juga selalu memperhatikan obat apa yang cocok dengan musim sekarang ini?
9. Seorang tabib yang mahir selalu memperhatikan dari daerah mana pasien terjangkiti penyakit dan juga memperhatikan di manakah dia dibesarkan.
10. Seorang tabib yang mahir selalu memperhatikan bagaimana keadaan udara saat dia (pasien) jatuh sakit.
11. Seorang tabib yang mahir selalu memperhatikan pengobatan yang bertentangan dengan kelalaian diatas.
12. Seorang tabib yang mahir selalu memperhatikan perbandingan antara kekuatan obat dengan kekuatan penyakit (dosis obat).
13. Seorang tabib yang mahir tidak selalu menargetkan hanya menghilangkan penyakit semata-mata tetapi selalu menargetkan bagaimana cara menghilangkan penyakit dengan cara yang paling aman tanpa menimbulkan efek percampuran yang lebih berbahaya. Karena itu, setiap pengobatan yang dapat menghilangkan penyakit namun diiringi dengan dampak yang lebih menyulitkan daripada sebelumnya maka penyakitnya dibiarkan dalam karakternya dan kalau bisa dikurangi frekuensinya. Misalnya pengobatan penyakit pembuluh darah mulut (afwahul �uruq:lihat kitab asli), jika pengobatanya dengan pemotongan pembuluh-pembuluh mulut maka sangat berbahaya, khawatirkan muncul penyakit yang melebihi bahaya penyakit pembuluh darah mulut.
14. Seorang tabib yang mahir selalu mengupayakan terapi yang sederhana mungkin. Maka seorang tabib tidak perlu tergesa-gesa berpindah dari pengobatan melalui makanan ke model pengobatan obat- obatan selama masih dimungkinkan tecapai dengan makanan, kecuali jika hal itu sudah tidak bisa. Di antara kebahagiaan tabib adalah mampu menggantikan pengobatan obat-obatan dengan makanan, menggantikan pengobatan kompleks dengan pengobatan sederhana.
15. Seorang tabib yang mahir selalu memperhatikan kondisi penyakit: apakah penyakitnya termasuk jenis penyakit yang mungkin bisa diobati atau tidak? Apabila tidak mungkin diobati maka pasien harus menjaga aktivitas dan menghindari segala pantangannya. Seorang tabib yang mahir tidak boleh tamak untuk mengobati penyakit yang diperkirakan tidak dapat disembuhkan dengan sesuatu yang tidak bermanfaat bagi pasien. Adapun apabila penyakit termasuk jenis penyakit yang bisa diobati, maka seorang tabib yang mahir selalu memperhatikan apakah penyakitnya bisa benar-benar dihilangkan ataukah tidak. Jika dimungkinkan tidak bisa dihilangkan (100%) maka seorang tabib yang mahir selalu memperhatikan apakah penyakitnya bisa diringankan dan diminimalkan atau tidak. Apabila tidak bisa diminimalkan dan ia mempunyai pandangan bahwa kemungkinan tertinggi hanya mampu menghentikan dan mengurangi dampaknya, maka target pengobatan harus difokuskan pada tujuan ini, dengan dibantu penguatan stamina dan melemahkan materinya.
16. Seorang tabib yang mahir tidak mengakibatkan karakter baru dengan mengeluarkan penyakit sebelum matang. Namun, (yang ia lakukan ialah) mematangkan terlebih dahulu. Setelah sempurna kematangannya baru dikeluarkan.
17. Seorang tabib yang mahir hendaknya memiliki keahlian dalam menangani penyakit jiwa,rohani, dan terapinya. Tiga masalah itu adalah tiga dasar yang pokok dalam mengobati penayakit badan. Hal ini disebabkan adanya hubungan antara badan dengan kesehatan hati dan rohani sangat nyata. Sungguh, tabib yang mengetahui perkara penyakit hati dan penyakit jiwa sekaligus cara pengobatannya adalah seorang tabib yang sempurna. Adapaun tabib yang tidak mempunyai keahlian dalam permasalahan ini, meski dia mahir dalam kesehatan dan pengobatan penyakit badan, maka dia itu adalah setengahnya tabib. Setiap tabib yang tidak berusaha mengobati penyakit dengan berusaha memeriksa keadaan jiwa dan kesehatan (pasien)nya serta memperkuat jiwa dan kekuatannya dengan bershodaqoh, berbuat baik, berserah diri kepada Allah, dan memperkuat keimanan dengan adanya hari akhir, maka dia bukanlah seorang tabib (yang mahir) melainkan hanyalah seorang tabib yang dungu. Di antara sebagian pondasi yang pokok dalam mengobati penyakit badan adalah: berbuat baik dan kebajikan, dzikir dan berdo�a, tunduk dan pasrah kepada Allah, dan bertaubat.semua perbuatan itu mempunyai pengaruh yang besar dalam menolak penyakit dan kesembuhan penyakit. Pengaruhnya lebih besar bila dibandingkan dengan pengaruh obat- obatan alami. Akan tetapi, tentunyabini sesuai dengan tingkatan kesiapan dan penerimaan jiwanya dan keyakinannya tentang hal itu mampu menyembuhkannya.
18. Seorang tabib yang mahir selalu bersikap lemah lembut ke pada orang yang sakit seperti lemah lembutnya terhadap anak kecil.
19. Seorang tabib yang mahir selalu menggunakan berbagai pengobatan baik pengobatan secara alami, ilahiyah, maupun perkiraan, karena sungguh banyak perkiraan tabib yang mahir mendatangkan hasil yang menakjubkan yang tidak dapat dilakukan oleh obat-obatan. Seorang tabib yang mahir selalu membantu orang yang sakit dengan berbagai sarana yang membantu.
20. Sorang tabib yang mahir selalu menegakkan pengobatan dan perawatannya dengan bertumpu pada enam perkara � enam perkara ini adalah senjata para tabib- yakni:

  • Menjaga kesehatan yang ada
  • Memulihkan kesehatan sebisa mungkin
  • Menghilangkan penyakit sebisa mungkin
  • Atau meminimalkan penyakit sebisa mungkin
  • Memilih pengobatan yang memiliki resiko yang paling rendah dan meninggalkan cara pengobatan yang berisiko tinggi
  • Mengorbankan keuntungan yang sedikit demi memperoleh keuntungan yang besar.

Keenam prinsip itu merupakan poros pengobatan. Seorang tabib yang tidak menjadikan keenam prinsip tersebut sebagai kode etik pengobatannya maka dia bukanlah seorang tabib. Wallahu A�lam.
Keenam prinsip itu merupakan poros pengobatan. Seorang tabib yang tidak menjadikan keenam prinsip tersebut sebagai kode etik pengobatannya maka dia bukanlah seorang tabib. Wallahu A�lam.
Sudahkah memikirkan 20 point ini sebelum membekam? atau malah yang penting titik sunnah, aman dan menyembuhkan? Kalau begitu, masih layak kah kita dikatakan memakai ilmu thibbun nabawi dalam menterapi pasien? Jangan sampai, modal semangat saja malah menambah jumlah tabib jahil di muka bumi yang tidak memberikan kontribusi positif bagi dakwah islam, malah merendahkannya.
Ayuk, semakin semangat lagi belajar.
Ironis memang, saat umat muslim semangat lagi menuju islam, banyak orang yang sekedar memanfaatkan semangat itu sebagai sarana ekonomis meraup keuntungan dunia tanpa didasari kecukupan ilmu yang memang menjadi �Standarnya�. Menjaga kesehatan yang ada Memulihkan kesehatan sebisa mungkin Menghilangkan penyakit sebisa mungkin Atau meminimalkan penyakit sebisa mungkin Memilih pengobatan yang memiliki resiko yang paling rendah dan meninggalkan cara pengobatan yang berisiko tinggi Mengorbankan keuntungan yang sedikit demi memperoleh keuntungan yang besar. 



Sumber

Komentar